Standard

The Power of Difference

sebelum baca nih postingan, ada aturannya. yap, ini satu-satunya tulisanku yang bacanya harus pake perjanjian dulu. janji yah Anda ga boleh tersinggung, karena tulisan ini mengandung unsur SARA. tapi percayalah, aku adalah blogger profesional (HALAH) yang ga ada maksud apa pun dalam menulis, kecuali ingin berbagi dan membuka pandangan Anda. setelah janji, silakan dibaca. rileks ya. ambil napas, tahan, keluarkan. ambil napas lagi, tahan, keluarkan. mari disimak.

 
Satu cerita tentang manusia, coba tuk memahami arti cinta.
Benarkah cinta di atas segalanya? Hanyakah itu satu-satunya yang menjadi alasan untuk menutup mata tak melihat dunia yang sesungguhnya? Dan menjadi jawaban atas semua tanya yang kita harap mampu mewujudkan sebuah akhir bahagia….
Buka mata, hati, telinga. Sesungguhnya masih ada yang lebih penting dari sekadar kata cinta.. huwooo.. Yang kau inginkan tak selalu yang kau butuhkan. Mungkin memang yang paling penting, cobalah untuk membuka mata, hati, telinga.
Adakah kau resahkan kadang hati dan pikiran tak selalu sejalan seperti yang kau harapkan? Tuhan tolong tunjukkan apa yang kan datang, hikmah dari semua misteri yang tak pernah terpecahkan.
 

MAU BACA? STOP! Buat lebih ngerti, mari kita baca postingan ini sambil dengar lagu Maliq & D’Essentials yang judulnya Mata, Hati, Telinga. Udah sering dengar? Ayo coba, dengarkan lagi sambil baca ini postingan. Hehe.

Bicara cinta emang ga ada habisnya dan selalu menarik. Iya ga sih? Kecuali kalo lagi sakit hati sih. Hehe. ‘sesuatu’ yang ga kelihatan dan cuma bisa dirasakan ini emang paling jago deh bikin manusia jadi  aneh. Senang dan sedih. Jangankan cinta secara universal, cinta antarlawan jenis (eros) bahkan udah rumit banget. Nuing-nuing.

Ayolah manusia mana sih yang jatuh cinta tapi ga melakukan hal bodoh atau norak? Ya mungkin kadar kenorakannya bisa dikurangi dan disesali saat sudah ga jatuh cinta. Haha.

People becomes alay, norak, and whatever when they are falling in love (Poconggg Juga Pocong). Quote ini simpel sih. Tapi aku suka aja.

Seorang teman pernah menulis status Facebook begini “jika sekarang kau sedang patah hati, ditolak, diputuskan, ditinggalkan, atau mengalami kegagalan dalam cinta, jalani saja. Karena suatu saat, jika ada orang yang menceritakannya kepadamu dan meminta saran, kau bisa tersenyum dan membantunya karena kau sudah pernah mengalaminya.”

Ada juga orang yang bilang gini, “jatuh cinta adalah patah hati yang tertunda.” Hahahaha. Kutipan ini bener-bener bikin aku ngakak. Tragis. Ironis. Tapi lucu. Entah harus disinisin atau diterima-terima aja. Ya ya ya.

Beberapa waktu sebelumnya, aku mengenal seorang teman. Cowok. Sebut saja namanya Riko. Riko mengalami permasalahan cinta karena adanya perbedaan. Perbedaan agama? NO. Perbedaan suku. Waktu aku di Makassar, aku jarang mendengar curhatan teman yang mengalami permasalahan cinta karena perbedaan suku. Biasanya karena perbedaan agama. Islam dan Kristen. Katolik dan Protestan. Protestan dan Buddha, atau kepercayaan lain. Tapi saat aku di Jakarta, permasalahan menjadi bertambah. Saat orang-orang di sekitarku udah mengalami kesamaan dalam kepercayaan, yang menjadi masalah adalah perbedaan suku. Ini juga ga kalah ribetnya sama masalah beda agama. CKCK.

Di status Riko beberapa saat lalu ia menulis seperti ini, “kenapa perbedaan menjadi penghalang? Bukankah perbedaan itu justru indah dan uihJPkuoIdengan hadirnya kita bisa saling melengkapi?”

Nah ini ada lagi lagunya,

“tiada yang salah dengan perbedaan dan segala yang kita punya. Yang salah hanyalah sudut pandang kita yang membuat kita terpisah. Karena tak seseharusnya perbedaan menjadi jurang. Bukankah kita diciptakan untuk dapat saling menlengkapi? mengapa ini yang terjadi?(Tere&Valent-Mengapa Ini yang Terjadi).”

Status (anggapan) Riko yang seperti itu memang selalu jadi anggapan orang yang sedang jatuh cinta dan mengalami permasalahan dengan perbedaan. Entah itu perbedaan apa, yang paling umum memang perbedaan agama atau suku. pandangan yang ga bisa menerima kekuatan perbedaan. aku juga dulu pernah bikin status kaya’ gitu sekitar dua tahun lalu.

Tapi apakah manusia tahu, bahwa banyak hal yang tidak bisa dipaksakan. Ada hal yang bisa kita usahakan dengan segala harapan dan tindakan maksimal kita, tapi ada hal yang tak bisa kita lawan. Dalam posisi seperti ini, kita yang mengalaminya berpikir, berusaha mencerna, dan mengerti, “kenapa perbedaan menjadi permasalahan? Kenapa perbedaan itu tidak bisa diusahakan justru menjadi perekat? Indonesia berdasarkan Bhinekka Tunggal Ika kah?” yap. Tentu saja mereka berpikir itu. Kenapa aku tahu? Aku pernah merasakannya. -.-‘

Aku pernah berusaha mengerti dengan ketidakmampuanku untuk mengerti. Berusaha menerima dengan ketidakterimaan dengan yang terjadi. Berusaha mencari jawaban dengan segala kebodohanku dengan pertanyaan yang sedang mempermainkanku. Dan kau tahu? Apa jawabannya? Banyak hal yang tak bisa dipaksakan. Sekali lagi kukatakan di sini, hal yang tidak bisa dipaksakan adalah hal yang bisa diusahakan dan diperjuangkan, tapi tidak akan bisa, karena tidak bisa kita lawan.

Seorang sahabat kentalku, misalnya. Sebut saja Nana. Nana kuliah dan tinggal sendiri di sebuah kota yang jauh dari keluarganya. Yap, dia ngekos. Di tahun keduanya, Nana pacaran dengan Joko. Mereka pasangan serasi menurutku. Dan menurut mereka, mereka pasangan serasi. Segala permasalahan bisa diselesaikan baik-baik. Joko setia dan baik banget. Dia juga dekat dengan teman-teman Nana, termasuk aku. Jadi kalo aku ke kota mereka, kami sering jalan bertiga. Pokoknya anaknya asik. Terus apa masalahnya? Ya itu. Nana Protestan dan Joko Islam. Menerima Joko bukan berarti aku dan teman-teman yang lain tidak mengingatkan Nana tentang perbedaan mereka. Seorang teman berkata begini “Nana, kamu sudah tahu ada jurang di depanmu, tapi kamu masih ngotot mau melompat.” Lalu mengalirlah sejuta pernyataan yang membuat kami setengah menerima dan setengah tidak menerima. Joko orangnya baik, asik, sense of humor-nya oke, pengertian, dan dia gak keberatan untuk pindah agama. Mereka tetap jalan dengan ‘agak’ backstreet. Pada akhirnya, tibalah saat-saat mendekati hari wisuda Nana. Keluar sebuah ultimatum dari ayah Nana “silakan kamu pilih siapa yang datang di hari wisudamu. Kalo dia datang, Papa ga datang. Kalo kamu mau Papa datang, dia ga boleh datang.” OH MY GOD! Jlep. Sadis. Tragis. Dan aku ga tega sama mereka berdua K tapi ya udah gitu. Mau gimana lagi? Ditambah lagi, pada saat mereka coba meluluhkan hati Sang Papa, dengan Nana bilang kalo Joko mau pindah agama, Sang Papa bilang “kamu ga kasihan sama orang tua dan keluarga Joko?” TETOTTT. Mungkin si Joko mau merelakan kepercayaannya, tapi bagaimana dengan keluarganya? Akan ada sesuatu yang hilang, seperti “dicuri.” Orang tua yang sangat sayang dan membesarkan anaknya dengan susah payah dua puluh tahun lebih “dicuri” oleh kekasih yang ia cintai dua tahun terakhir. Ini dia yang bikin gundah gulana abis. Bener juga sih. Ya mau sejatuh cinta apa pun kita, kalo dikasih gini ya ga bisa apa-apa. Mau maju salah, kiri atau kanan juga salah, ya bisanya cuma mundur.

Ini dia yang dibahas di film Cin(T)a. Film karya Sammaria Simanjuntak yang udah berkali-kali kutonton ini emang film yang membuka mata kita tentang perbedaan agama yang ga seharusnya menjadi pemisah. Teman-teman masih ingat kan denga kata-kata Annisa yang ini

“kenapa TUHAN nyiptain kita beda-beda, kalo TUHAN cuma mau disembah dengan satu cara?” dan Cina jawab gini “makanya TUHAN nyiptain cinta, supaya yang beda bisa nyatu.”

Lalu aku yang masih penasaran dengan kisah cinta manusia yang harus pisah karena beda agama nanya gini ke sutradaranya pas ada bedah film “kenapa filmnya dibikin gantung Mbak? Kenapa gak dibikin Cina ngejar dan berusaha dapetin Annisa?” lalu jawab si sutradara “makanya penonton diminta untuk mikirin apa yang mereka harus lakukan. Kalo kalian yakin dengan kisah cinta kalian, ayo kalian harus berusaha buat dapetin.”

Beberapa tahun setelah kemunculan film Cin(T)a, muncul pula film yang mirip, yaitu film 3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta. Inget kan filmnya Reza Rahardian yang jadi cowok Islam berambut brekele yang pacaran sama cewek Kristen, tapi akhirnya dia milih cewek berjilbab untuk nikah sama dia dan ninggalin pacar lamanya? Baru-barusan ada film (?) karya Hanung yang lebih keren lagi mengemas film ini. Bukan hanya antara Islam dan Kristen, tapi juga dengan Konghucu. Film keren yang harus ditonton kalo kamu mau jadi lebih dewasa dan punya pandangan luas (HALAH), hehe. Tapi di antara ketiga judul film yang kusebut, film yang endingnya lebih baik adalah (?). kenapa? Tonton sendiri.

Mari kita kembali ke masalah perbedaan suku. Kasus ini sangat kejam menurutku. Kenapa? Mungkin saja perbedaan agama bisa dihilangkan dengan pindah agamanya seseorang ke agama lain. Tapi perbedaan suku, apa suku bisa diubah? Okelah mungkin, dalam kasus perbedaan dengan suku batak, si pendatang bisa diberi marga, tapi apakah darah bisa diubah? NO! BIG NO! darah ga bisa diubah. Ini udah kodrat. Apalagi untuk manusia-manusia hi-tect dengan peradaban yang sudah sangat tinggi-dunia dengan segala kecanggihannya tapi masih menganggap suku/komunitas/kelompoknya yang paling benar, paling hebat, paling suci. WTH. Tapi ya mau gimana lagi, emang sudah begitu lah mereka.

satu-satunya keputusan yang terbaik (seperti kata ST-12) adalah “cari pacar lagiiiiiiii” hhaha. Pada tahun pertamaku kuliah, kami diwajibkan membaca novel Raumanen karya Marianne Kattopo. Seorang perempuan pengarang berdarah Manado yang menuliskan kisah cinta tragis antara Manen gadis Manado yang terpaksa berpisah dengan Monang, playboy berdarah Batak yang menghamilinya dan tidak mau tanggung jawab. Ini karena kediktatoran ibu Monang yang sudah menjodohkan anak lelakinya dengan perempuan Batak. Kamu tahu apa yang terjadi? Di akhir novel baru pembaca diberitahu, bahwa sudut pandang pertama, aku, yaitu Manen, menceritakan kisahnya dalam wujud sesosok hantu. Ia bunuh diri setelah melahirkan dan ditinggalkan Monang. Jadi, dari awal buku itu, pembaca sedang komunikasi dengan hantu. GLEK. ini tulisanku yang sebelumnya membahas nih buku : tulisananakkos.wordpress.com/2009/12/04/26-amanat-raumanen-marianne-kattopo/

Seorang teman, F, berdarah Batak yang sering kutemani ngobrol dan bertukar pikiran tentang kebudayaan sukunya sejak tahun pertama kali bertemu di UI pun memberitahuku tentang bagaimana permasalahan kebudayaan sukunya. Bahkan dia bilang kalau dia juga muak. Tapi sistem dalam kebudayaannya itu tetap dijalaninya. Hehe. Ya sama aja sih, kalau ada sebuah ketentuan dalam budaya Toraja walaupun aku ga suka, tetap kujalani karena tidak mungkin kita bisa melawan, apalagi jika kita pendatang dalam suku itu.

Banyak rasa sakit memang. Mungkin pun ada air mata. Mungkin ada hari-hari kesepian yang bikin kita kehilangan arah dan pandangan. Tapi ya memang udah seperti itu. Satu hal yang harus diingat adalah kita bisa berjuang, kita bisa berusaha, tapi tidak dengan memaksakan. Terutama masalah perbedaan ini. entah perbedaan suku atau agama.

Kekasihmu mungkin saja akan luluh. Kalian mungkin bisa saling bertoleransi. Kalian mungkin saling cinta. Tapi, apakah kau tega mengambilnya dari keluarganya? Apakah dia mau diambil dari keluarga atau kelompoknya? Menerima perbedaan atau orang yang berbeda bukan berarti harus memasukkan perbedaan itu dalam pondasi yang tidak diinginkan.

Pengalaman jatuh bangun itu emang ga enak. Tapi itu semua proses pembelajaran yang bikin kita lebih hebat. Kenapa aku bisa tulis gini? Karena aku pernah merasakan dan melewatinya. Dan aku dengan bangga bisa bilang kalo aku adalah manusia yang jauh lebih hebat dari yang dulu.

*teman-teman yang sedang tidak jatuh cinta dan mengalami kasus perbedaan pasti akan biasa-biasa saja atau menerimanya. Tapi teman yang sedang jatuh cinta dan mengalami kasus ini pasti akan menutup mata dan telinga. Menutup pandangan dan menjadi keras kepala. HEHE.

oh iya, aku punya satu quote dari Poconggg Juga Pocong yang bakal bikin kita gundah gila gulana bersama.

EMANG BENER JODOH NGGAK BAKALAN KE MANA-MANA. TAPI SEBENARNYA JODOH ADA DI MANA SIH?

*haha -.-

One thought on “The Power of Difference

  1. gak sengaja lagi browsing..
    ke baca tulisan di blog nya mbak..
    ehh ternyata salah satu temen mbak di foto ini temen saya juga,,,
    boleh tanya mbak *nana yg di critain di tulisan ini si DP bukan yg merupakan temanku juga…

Leave a comment